Menimbang Manfaat Reklamasi
Oleh: Dedi Purwana
Bak sinetron tak berseri, kehebohan mega skandal proyek reklamasi teluk Jakarta terus menerus menghiasi media massa. Ruang publik dipenuhi polemik kekisruhan skandal tersebut. Bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap anggota DPRD DKI Jakarta dan pihak swasta, kasus ini mulai terkuak. Seandainya tidak ada OTT, tentu persoalan reklamasi pantai tak akan seheboh ini. Meskipun inisiasi mereklamasi pantai utara Jakarta sudah ada sejak lama. Namun muncul pertanyaan untuk siapa sebenarnya reklamasi diperuntukkan? Rakyat miskinkah atau segelintir cukong kelas kakap?
Kasus ini muncul ditengarai terkait pembahasan rancangan peraturan daerah
(raperda) mengenai reklamasi teluk Jakarta. Dalam Raperda tersebut Pemerintah Provinsi DKI bersikeras mewajibkan pengusaha yang
peroleh izin wajib serahkan kontribusi tambahan sekira 15% dari nilai NJOP.
Atas nama perburuan rente mereka berupaya
gagalkan syarat tersebut melalui lobi-lobi politik. Apapun akan mereka lakukan
agar kewajiban
kontribusi tambahan 15% itu bisa ditawar menjadi
5%. Bila berhasil tentu 10% tersebut nilainya sangatlah fantastis.
Potensi rente yang akan mereka dapatkan jauh lebih besar dibanding nilai suap Rp. 2
milyar. Bahkan lebih dari itupun mereka sanggup.
Aroma suap
dipusaran proyek ini menyiratkan bahwa segelintir pengusaha properti memiliki agenda
tersembunyi. Korporasi ternyata mampu mengatur regulasi kebijakan pemerintah daerah.
Skandal ini
terjadi karena adanya pat gulipat antara legislatif dan cukong dalam mengatur
raperda tentang reklamasi teluk Jakarta. Para pemburu rente terbukti sanggup
menggelontorkan uang dengan maksud agar kepentingannya terakomodir dalam
legilasi daerah tersebut.
Rakyat
jelata tentu tidak punya uang senilai Rp. 2 milyar. Merekapun tentunya tak punya kuasa untuk mengatur kebijakan reklamasi agar pro kaum marjinal.
Bagi nelayan
misalnya, uang sebesar itu bisa digunakan
untuk membeli kapal tangkap ikan yang lebih layak. Lain halnya dengan pengusaha
kelas kakap. Uang tersebut seolah tak ada nilainya. Pesan moral
dari skandal ini adalah keserakahan begitu mendominasi para pelaku bisnis di
negeri ini.
Untung Rugi
Reklamasi
pantai tentu tidak hanya terjadi di ibu kota republik ini saja.
Beberapa
provinsi telah lama mereklamasi pantainya dengan berbagai alasan. Rencana reklamasi di Benoa Bali misalnya, merupakan contoh
daerah yang saat ini menjadi sorotan publik. Pengampu kepentingan mempersoalkan urgensi kebijakan
tersebut. Tentu menjadi tugas berat siapapun penentu kebijakan
publik di negeri ini memperhitungkan secara bijak dampak positif dan negatif
reklamasi.
Sebagian pengamat menilai reklamasi pantai memberikan manfaat ekonomi. Reklamasi menjadi alternatif pilihan dalam memperluas lahan guna memenuhi
kebutuhan akan kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis, dan juga pertokoan. Ketidakseimbangan
beban antara jumlah penduduk dengan luas lahan menjadikan harga lahan di
daratan semakin mahal. Ini tentu menciptakan permintaan akan kawasan pemukiman
baru dengan harga relatif terjangkau. Selain itu, pembangunan kawasan komersial di lahan reklamasi tentu akan mendatangkan manfaat ekonomi bagi
wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalah semakin banyak
kawasan komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga menambah pendapatan
asli daerah (PAD).
Reklamasi dapat mengurangi kepadatan penduduk yang menumpuk di kota ditinjau dari aspek sosial
budaya. Pada saat yang sama, reklamasi akan menciptakan wilayah yang bebas dari kawasan kumuh dan penggusuran. Setidaknya mengurangi kemungkinan
terjadinya pelanggaran HAM akibat penggusuran dan pembebasan tanah. Selain itu, ruang terbuka hijau sebagai sarana interaksi sosial
warga tentu akan semakin bertambah.
Namun perlu disadari bahwa reklamasi bukan berarti
tanpa menimbulkan masalah. Banyaknya protes
masyarakat, bukti bahwa dampak reklamasi tidak menguntung masyakat marjinal.
Belum lagi kesan tidak siapnya pemerintah dalam menyusun regulasi terkait
reklamasi itu
sendiri. Tumpah tindih peraturan mempertegas
kesan lemahnya kordinasi. Atau memang tumpang tindih aturan tersebut merupakan
celah bagi terjadinya kongkalingkong para pengusaha, eksekutif dan legislatif.
Ditengah
angka kemiskinan yang tidak pernah beranjak turun, reklamasi pantai hanya
menguntungkan segelintir
pelaku bisnis semata. Padahal biaya
sosial yang timbul akibat reklamasi sangat tinggi. Sebut saja degrasi kualitas
lingkungan hidup. Belum lagi kerusakan lahan akibat penambangan pasir untuk
pengurugan laut. Nelayan sekitar wilayah reklamasi akan semakin sulit memperoleh
tangkapan ikan. Mereka harus berlayar jauh ke tengah lautan. Ini tentu menambah
beban biaya pengeluaran.
Reklamasi
bila salah peruntukkan berdampak pada semakin lebarnya ketimpangan ekonomi.
Tingginya nilai jual properti di kawasan reklamasi hanya dapat dinikmati
masyarakat kelas menengah ke atas. Tentu hanya merekalah yang mampu membeli
properti dengan harga fantastis. Sedangkan masyarakat ekonomi lemah hanya bisa
bermimpi memperoleh manfaat langsung kebijakan ini. Potensi konflik sosial
semakin tinggi manakala kondisi tersebut dibiarkan tetap berlangsung.
Jalan
Tengah
Polemik
reklamasi teluk Jakarta sedikit mereda setelah Pemerintah pusat dan Pemprov DKI
sepakat memoratorium sementara. Sifatnya yang sementara tentu membuka peluang
reklamasi akan berlanjut. Nampaknya ini hanya persoalan waktu.
Pemerintah pusat dan daerah bisa saja memaksakan kehendaknya untuk melanjutkan
reklamasi. Namun tentunya perlu memperhatikan prasyarat berikut.
Pertama,
dikelola penuh pemerintah. Pemerintah entah pusat ataupun daerah seyogianya
menjadi pelaksana sekaligus pengelola lahan reklamasi, bukan swasta. Ini untuk
menjamin tidak ada pihak yang dirugikan. Reklamasi itu sejatinya tidak harus
menghilangkan mata pencaharian masyarakat setempat, khususnya nelayan atau
petambak. Masyarakat
marjinal semestinya mendapat manfaat dari proyek reklamasi tersebut. Dengan
demikian potensi konflik sosial akibat proyek tersebut dapat diminimalisir
sejak awal.
Kedua,
hilangkan tumpang tindih regulasi. Kepastian payung hukum kunci bagi kelanjutan
proyek reklamasi sekaligus harapan para investor. Bagi penanam modal hambatan regulasi merupakan momok
menakutkan di negeri ini. Regulasi
tumpang tindih tidak saja membingungkan dalam mengeksekusinya, akan tetapi juga
tidak dapat mengontrol ekses proyek tersebut. Regulasi tata ruang wilayah di lahan reklamasi, misalnya harus jelas siapa yang memiliki kewenangan dan
bagaimana aturan mainnya.
Ketiga,
akomodir kepentingan kaum marjinal. Pemerintah harus menjamin seluruh komponen
masyarakat memperoleh manfaat. Tidak hanya nelayan akan tetapi juga masyarakat
miskin kota lainnya, seperti buruh dan pelaku UMKM. Kritik masyarakat terhadap
proyek reklamasi adalah kekhawatiran semakin lebarnya jurang antara si kaya dan
si miskin. Pemprov sebagai pemilik proyek bagaimanapun harus mempejuangkan
nasib kaum marjinal. Reklamasi harus mendukung upaya pertumbuhan industri kecil
dan menengah di kawasan tersebut. Pemprov sebisa mungkin mengatur kawasan sentra
industri rakyat berbasis kekhasan produk UMKM. Setiap pulau, misalnya memiliki
sentra industri kecil yang khas disesuaikan keunikan konsep tata ruang yang
diusung.
Keempat,
jadikan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Reklamasi seyogianya bermanfaat bagi perkembangan
perekonomian daerah, peningkatan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan,
pengangguran dan lainnya. Selain
sebagai kawasan hunian, menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata tentu
akan mendongkrak ekonomi daerah. Infrastruktur kawasan seyogianya diarahkan untuk
mendukung pembenahan jalur logistik nasional. Perlu diingat bahwa transportasi
masih menjadi komponen biaya yang signifikan dalam komponen harga final produk.
Oleh karenanya kawasan ini harus mengakomodir pembangunan transportasi laut dan
udara.
Kelima,
reduksi kerusakan lingkungan hidup. Tak bisa disangkal bahwa reklamasi
berdampak pada menurunnya kualitas ekosistem. Oleh karenanya, proyek
reklamasi jangan hanya didesain untuk manfaat satu generasi saja. Amdal dibuat
bukan karena pesanan pemburu rente, akan tetapi benar-benar dilakukan secara
profesional. Sekali salah dalam menyusun amdal, maka sulit dan sangat mahal
biaya yang harus ditanggung untuk memperbaiki lingkungan hidup yang terlanjur
rusak. Bukankah kita tidak ingin mewarisi lingkungan hidup yang rusak kepada
generasi mendatang?
Pada
akhirnya, kebijakan reklamasi haruslah menguntungkan semua pihak. Ini bisa
terlaksana manakala pemerintahlah yang melaksanakan proyek reklamasi, bukan
segelintir pemburu rente. Konstitusi negara jelas sekali mengamanatkan bahwa
bumi, air dan kandungan di dalamnya dikuasai oleh negara dan untuk kepentingan
seluruh rakyat (bukan hanya untuk konglomerat).
Sangat berguna dan menarik
BalasHapusinformasi yang bermanfaat dan menarik
BalasHapusInformasi nya sangat menarik dan bermanfaat
BalasHapusPembahasan yang menarik dan mudah dimengerti
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
Hapussangat menarik dan bermanfaat
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
Hapussangat menarik dan bermanfaat untuk menambah wawasan
BalasHapusInformasi nya menarik dan mudah dimengerti, sangat bermanfaat untuk menambah wawasan
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusInformasinya menambah wawasan, tidak lupa solusinya juga tersampaikan dengan jelas
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusSangat bermanfaat untuk menambah wawasan
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusTerimakasih prof...
BalasHapusTerimakasih sangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusSangat bermanfaat dan menambah wawasan
BalasHapusArtikel sangat menarik, informatif, dan bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai reklamasi. Terima kasih, Prof.
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusArtikel yang menarik,bermanfaat, dan menambah wawasan
BalasHapusSangat menarik, bermanfaat menambah pengetahuan dan wawasan.
BalasHapusInformasi yang diberikan sangat bermanfaat dan menambah pengetahuan, terimakasih prof
BalasHapusArtikel ini sangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusTerimakasih prof artikel ini sangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih prof, artikel tersebut dapat menambah wawasan untuk saya
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusTerimakasih untuk ilmu tentang menimbang reklamasi yang bermanfaat ini Prof.
BalasHapusterimaksih prof, sangat bermanfaat dan bermakna
BalasHapusDengan senang hati
HapusTerimakasih prof, artikelnya sangat bermanfaat.
BalasHapusDari Fajar Shafitri
HapusTerimakasih prof, Informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan
BalasHapusArtikel ini sangat bermanfaat untuk para pembacanya
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusMenambah wawasan dan bermanfaat sekali
BalasHapusArtikel ini sangat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusArtikel yang menarik untuk dibaca dan bermanfaat untuk para pembaca
BalasHapusArtikel ini sangat menarik dan berguna
BalasHapusdari Daffa Syalsabila
Hapusartikelnya menarik membuat pembaca menambah wawasan
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
Hapusartikelnya menarik membuat pembaca menambah wawasan
BalasHapusartikelnya menarik dan sangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih komentarnya.
HapusArtikel sangat bermanfaat, Terimakasih Prof
BalasHapusDari Fernanda Amelia Putri
HapusWow, keren profff 😊😊
BalasHapusMaulidiana jihan
Hapussangat menarik dan bermanfaat serta mengedukasi kaum wanita, prof
BalasHapusterima kasih prof untuk artikel ini, sangat bermanfaat dan opini yang disampaikan sangat menarik
BalasHapusartikel yang sangat bermanfaat, terima kasih prof
BalasHapus