Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

5 Alasan Dosen Harus Menulis Buku

Penulis: Dedi Purwana

Sobat dunia kampus, ada prinsip yang saya pegang teguh kala menetapkan diri untuk berkarir sebagai dosen. Jangan pernah mengaku dosen bila belum pernah menulis dan menerbitkan buku. Rasanya tidak elok sebagai akademisi hanya menularkan ilmu pengetahuan secara lisan. Tidak ada legacy of knowledge, warisan pengetahuan dalam bentuk fisik yang kita tinggalkan. Menulis buku entah dengan genre fiksi atau non fiksi bagian dari legacy of knowledge.

Dunia kampus dosen menulis buku
Gambar oleh Hermann Traub dari Pixabay

Kewajiban menulis buku bagi dosen bukan sekedar himbauan atau retorika semata. Coba cek amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Jelas tersurat pada  pasal 12 ayat (3), Dosen secara perseorangan atau berkelompok wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang ditebitkan oleh Perguruan Tinggi dan/atau publikasi ilmiah sebagai salah satu sumber belajar dan untuk pengembangan budaya akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis bagi sivitas akademika. Namun fakta di lapangan sebagian besar dosen masih enggan menulis buku dengan beragam alasan.

Selain kewajiban UU, mengapa dosen harus menulis buku? Setidaknya ada beberapa alasan berikut:

Pertama, profesionalisme. Dosen merupakan profesi. Oleh karenanya siapapun yang mengklaim dirinya sebagai dosen, tuntutan meningkatan profesionalitas menjadi keharusan. Sebgai sebuah profesi, Ingat empat kompetensi yang melekat pada dosen, yaitu pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Wujud kompetensi profesional dibuktikan dengan kemampuan mendiseminasi bidang keilmuannya baik di lingkungan asosiasi profesi maupun lingkungan masyarakat. Wujudnya bisa berupa mempublikasikan hasil pemikiran berbasis riset pada jurnal nasional dan internasional. Selain itu, dapat pula dimanifestasikan dalam publikasi buku ajar/ teks perkuliahan.

Kedua, tuntutan pengembangan karir. Dosen PTN dan PTS  manapun pastinya memiliki rencana pengembangan karir. Itu tercermin dari upaya setiap dosen untuk mengejar jabatan akademik, mulai asisten ahli hingga profesor. Pada setiap jenjang jabatan akademik, diperlukan pemenuhan angka kredit setiap jenjang. Menulis buku dapat diakui angka kreditnya dalam komponen pelaksanaan Pendidikan dan penelitian. Sebagai contoh, menulis modul dan buku ajar perkuliahan masuk kategoti pelaksaan Pendidikan. Sedangkan buku referensi, monograph dan book chapter masuk kategori komponen penelitian. Masing-masing memiliki nilai angka kredit yang berbeda (silahkan cermati Petunjuk Operasional Penilaian Angka Kredit tahun 2020). Dalam surat keputusan direktur jenderal Pendidikan tinggi terbaru nomor

Ketiga, finansial. Dalam dunia tulis menulis tidak dapat dipungkiri, alasan finansial sering melatarbelakangi dosen menulis buku. Menulis buku merupakan strategi investasi jangka Panjang. Royalti buku, apalagi buku tersebut berkategori best seller, nilai royaltinya sangat lumayan. Menerbitkan buku dengan menggandeng penerbit kawakan dan bereputasi sangat menjanjikan. Bayangkan jika seorang dosen menerbitkan setidaknya 3 buku best seller, setidaknya kualitas hidup ketika pensiun tetap terjaga.

Keempat, aktualisasi diri. Alasan aktualisasi diri lebih didorong karena keinginan meninggalkan warisan pengetahuan serta nama baik kepada komunitas profesi, anak dan cucu, serta tetangga tentunya. Coba bayangkan, ketika anda menulis buku dan buku tersebut terpampang di rak buku best seller di toko buku ternama. Suatu saat, Anda mengajak anak dan cucu berbelanja di toko buku ternama tersebut. Alangkah bahagianya diri anda ketika anak dan cucu menunjukkan buku karya anda dengan bangga. Kebanggaan lain muncul ketika ada orang lain yang menulis resensi buku kita dan diterbitkan di media masa.

Kelima, sarana promosi diri. Masayarakat akan mengenal siapa dan apa kompetensi diri kita, manakala tidak ada produk akademik yang pernah dihasilkan. Menulis buku merupakan sarana meningkatkan personal branding. Tanya saja para penulis buku best seller, berapa banyak tawaran atau undangan menjadi nara sumber di berbagai workshop dan seminar. Namun dosen harus hati-hati. Tugas anda jangan dihabiskan menjadi nara sumber, tapi kewajiban dua darma lainnya harus juga terpenuhi,  yaitu pendidikan dan penelitian.

Pada akhirnya apapun alasan dosen menulis buku kembali pada diri dosen itu sendiri. Namun demikian, jika kelima alasan lengkap terpenuhi ketika anda rajin menulis buku, maka bukan hanya diri anda yang akan mendapatkan manfaat tetapi juga masyarakat luas. Menulis buku bagian dari sedekah. Memberi manfaat bagi khalayak luas. Semoga artikel ini bermanfaat bagi insan dunia kampus.

Posting Komentar untuk "5 Alasan Dosen Harus Menulis Buku"