Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

3 Peran Simbolis Seorang Dekan

Oleh: Dedi Purwana

Tulisan kali ini lebih pada pengalaman pribadi dalam memimpin fakultas selama dua periode. Sobat dunia kampus pastinya tidak asing dengan jabatan pemimpin fakultas. Lebih popular dengan sebutan Dekan. Bagi seorang dosen, jabatan Dekan adalah tugas tambahan. Sejatinya seorang dosen sesuai tupoksi melaksanakan pendidikan/ pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Nah, dosen yang menjabat sebagai Dekan selain melaksanakan tupoksi dosen juga mendapat tugas tambahan memimpin fakultas.  


3 fungsi dan peran dekan

Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Dekan adalah pemimpin di fakultas yang bertugas melaksanakan kegiatan tridarma di kampus. Pada saat yang sama, Dekan memiliki peran dan fungsi menjembatani kebijakan universitas agar dipahami dan diterjemahkan ke dalam kegiatan operasional di tingkat jurusan dan program studi. Peran ini tentunya menuntut seorang Dekan menjalani dua profesi sekaligus; akademisi dan manajer profesional. Oleh karenanya, wajar kiranya Dekan dijuluki sebagai academic leader.

Dekan tergolong manajer madya dalam hirarki organisasi kampus. Tugas seorang dekan memang tidaklah mudah. Peran ganda yang diemban seringkali tidak berjalan seiringan. Di satu sisi, dia adalah dosen dengan tugas pokok dan fungsi mengajar, meneliti dan melaksanakan pengabdian masyarakat. Sebagai akademisi, tugas pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kewajiban utama sesuai dengan kompetensi akademik yang dimiliki. Di sisi lain, seorang Dekan harus melaksanakan kegiatan manajerial sebagai tugas tambahan.

Sosok Dekan ideal adalah mereka yang mampu menjalankan kedua peran secara proporsional. Namun dalam kenyataannya seringkali salah satu peran terabaikan. Dekan cenderung sibuk dengan kegiatan manajerial, sehingga lupa mengembangkan karir akademik. Berbeda dengan dosen tanpa tugas tambahan, mereka memiliki waktu penuh untuk melakukan penelitian dan penabdian masyarakat disamping mengajar sebagai kewajiban utama. Inilah peluang yang hilang sekaligus resiko yang harus ditanggung seorang Dekan.

Dalam memimpin operasional fakultas, Dekan sebagaimana disitir Alan Tucker (1992) memiliki tiga peran simbolis. Dia berperan sebagai dove (merpati perdamaian), dragon (naga), dan diplomat (duta). Peran sebagai merpati perdamaian dijalankan karena tingginya konflik di lingkungan akademis. Dekan harus menjadi penengah dan pemecah solusi bagi penyelesaian konflik. Konflik seringkali muncul akibat latar disiplin ilmu yang beragam dikalangan dosen. Setiap dosen memiliki ego masing-masing terkait ranah keilmuan yang dimiliki.

Peran sebagai naga harus dimainkan ketika para akademisi salah memaknai kebebasan dan otonomi akademik. Bukan peran antagonis layaknya di sinetron TV. Ketegasan menegakkan etika akademik dan tertib aturan membuat seorang Dekan harus berperan sebagai naga. Simbolis seekor naga yang memuncratkan lidah api, jangan dimaknai bahwa dekan harus selalu marah-marah. Kemarahan seorang Dekan muncul manakala ada tindakan anggota fakultas yang ditengarai akan merusak sistem organisasi. Tentunya, jangan sampai hanya karena ulah seorang anggota, lantas merusak tatanan organisasi.  

Peran terakhir sebagai diplomat. Peran ini lebih menitik beratkan tugas sebagai figure bijak dalam gesekan antar faksi. Bijak dikarenakan keharusan seorang Dekan sebagai wasit yang netral dan adil bagi berbagai pihak yang terlibat konflik. Dekan harus mampu menghindari conflict of interest. Jangan karena pihak yang berkonflik berasal dari jurusan atau program studi sang Dekan, lalu bertindak berat sebelah.  

Pada akhirnya ketiga peran simbolis di atas harus dijalankan secara proporsional. Meskipun dalam praktiknya seringkali meghadapi beragam hambatan sekaligus tantangan tersendiri. Namun percayalah, jika amanah sebagai Dekan dijalankan secara ikhlas, cerdas dan tuntas, maka tidak akan ada rintangan dalam menggapai visi fakultas.


Posting Komentar untuk "3 Peran Simbolis Seorang Dekan"