Pengembangan Inkubator Kewirausahaan di Perguruan Tinggi
Foto oleh Monstera dari Pexels |
Secara etimologik, inkubasi berasal dari bahasa kedokteran yang berarti pematangan dari suatu gejala, baik gejala penyakit maupun tingkat pertumbuhan janin (bayi) di dalam rahim ibunya. Sehingga sering kita lihat di Rumah Bersalin, dokter dan perawat memberi perlakuan yang berbeda bagi bayi yang terlahir prematur melalui proses inkubasi. Pengertian ini kemudian diadopsi oleh disiplin ilmu Biologi yang mendefinisi inkubasi sebagai proses penetasan bibit, baik bibit tanaman, benih ikan (contohnya penetasan ikan Patin, melalui penghangatan benih/telor ikan di sebuah akuarium dengan kadar kehangatan dan waktu tertentu), maupun penetasan telor unggas yang juga melalui proses penghangatan sebagai substitusi proses alami pengeraman telor tersebut dari induknya.
Secara sistemik, inkubator bisnis merupakan suatu wahana transformasi pembentukan sumberdaya manusia yang tidak atau kurang kreatif dan produktif menjadi sumberdaya manusia yang memiliki motivasi wirausaha secara kreatif, inovatif, produktif dan kooperatif sebagai langkah awal dari penciptaan wirausaha yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif serta memiliki visi dan misi.
Inkubator bisnis memiliki cakupan komunitas yang saling berintegrasi dalam operasi dan aktivitas, yaitu: wirausahawan, lembaga pendidikan, lembaga pembiayaan, konsultan bisnis, penasihat hukum bisnis (business legal counsel), swasta, BUMN/BUMD, pemerintah melalui instansi-instansi teknis terkait, dan lembaga swadaya masyarakat (NGO’s).Konsep inkubator bisnis lahir diantara masa ekonomi kapitalisme klasik dan neoklasikal. Kapitalisme klasik menurut Adam Smith (1776) merupakan sistem ekonomi dengan karakteristik kepemilikan atas sumberdaya secara individual untuk menciptakan laba bagi dirinya sendiri. Teori ini memiliki cenderungan individualistik tanpa memperhatikan relasi dan integrasi. Sedangkan neoklasik memandang bahwa pasar terdiri dari banyak pembeli dan penjual yang saling berintegrasi sehingga menciptakan rumusan penawaran sama dengan permintaan atau “equilibrium”. Teori ini memandang individu sebagai bagian dari sistem ekonomi pasar yang senantiasa harus melakukan pengembangan dan perubahan guna memenuhi penawaran atau permintaan.
Paradigma inkubator bisnis adalah bagian dari the new economy global, yang terjadi karena adanya perubahan yang cepat dan signifikan di bidang teknologi, telekomunikasi, dan digitalisasi; adanya deregulasi dan globalisasi. Perubahan tersebut memaksa adanya perubahan pada setiap pelakunya mulai dari skala negara, perusahaan/organisasi, dan individu. Era the new economy yaitu suatu era ekonomi yang terdiri dari banyak fenomena yang saling berinteraksi dan ber-relasi dalam mewujudkan tujuan. Salah satu wujud dari Inkubator Bisnis adalah SOHO (small office home office) yaitu sebuah konsep bisnis kontemporer yang lahir karena adanya perkembangan di bidang teknologi, telekomunikasi, dan digitalisasi, yang dapat memberikan kemudahan bagi para pengambil keputusan dari mana saja. Selain itu, kehadiran dan keberadaan inkubator bisnis dalam new economy mampu membantu menciptakan mekanisme pasar yang persuasif dan kondusif, karena berbisnis melalui proses inkubasi pada gilirannya menjadikan persaingan sebagai sebuah kemutlakan.
Pola penciptaan new entrepreneur dan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi melalui inkubator bisnis dilakukan dengan cara pembinaan di bawah satu atap (in-wall) dan secara pembinaan di luar atap (out-wall). Selanjutnya, kedua pola tersebut disebut sebagai model penciptaan dan pembinaan inkubator bisnis. Model yang pertama bersifat klasikal, yaitu kegiatan pelatihan, pemagangan, sampai dengan perintisan usaha produktif dilakukan di dalam satu unit gedung. Setiap peserta/anggota (tenant) melakukan aktivitasnya di dalam ruangan masing-masing yang telah disediakan oleh inkubator bisnis. Sementara, pada model inkubator yang kedua, kegiatan/aktivitas usaha ekonomi produktif tidak dilakukan dalam satu atap, melainkan secara terpencar di luar pusat manajemen inkubator bisnis. Hal tersebut dimungkinkan karena pada model kedua ini wujud dan kegiatan usaha sudah berjalan, inkubator bisnis berfungsi sebagai konsultan, pendamping, dan pembina kegiatan usaha. Sehingga, pada model yang kedua ini lebih cenderung menyerupai jaringan kerja (business networking).
Lembaga inkubator bisnis yang berada dibawah kelolaan PT memiliki nilai strategis dalam mengaplikasi konsep link and match. PT yang memiliki lembaga inkubator bisnis di lingkungannya secara psikologi akan berdampak pada peningkatan sistem pembelajaran, persepsi, efektivitas organisasi, dan penciptaan sinergi. Inkubator bisnis memiliki relasi yang kuat dengan Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan/pengajaran, pengabdian, dan penelitian), karena inkubator bisnis dapat berfungsi sebagai sarana praktik dari konsep-konsep bisnis akademik. Selain itu, inkubator bisnis memiliki arti sosiologik yaitu media interaksi antarunit dan lembaga lain yang berada dibawah kelolaan perguruan tinggi. Lembaga inkubator bisnis yang berada dibawah kelolaan perguruan tinggi dapat menjawab empat kebutuhan kerja di era globalisasi dewasa ini yaitu:
- Kebutuhan akan pekerjaan yang menantang (challenging) dan memiliki arti penting bagi organisasi. Yang dimaksud dengan pekerjaan menantang adalah pekerjaan yang tidak mudah untuk diselesaikan tetapi mungkin untuk diselesaikan (difficult but not impossible), sedangkan pekerjaan yang memiliki arti penting bagi organisasi adalah pekerjaan yang memberikan sumbangan/kontribusi yang berharga bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan.
- Kebutuhan akan lingkungan kerja yang kondusif. Artinya, lingkungan kerja yang mendukung kelancaran dan penyelesaian pekerjaan. Lingkungan yang mendukung termasuk didalamnya adalah lingkungan sumberdaya manusia dan lingkungan non-sumberdaya manusia (sarana dan prasarana).
- Kebutuhan akan kemampuan kerja yang tinggi. Artinya, berkemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan.
- Kebutuhan akan pemberdayaan jiwa intrapreneur dikalangan pelaku organisasi yaitu sumberdaya manusia. Intrapreneur dicirikan sebagai berikut: berorientasi pada pencapaian tujuan organisasi, terbukanya akses keseluruh lembaga dan sumberdaya manusia, memiliki motivasi kerja yang tinggi, inovatif, kreatif, memiliki visi, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, berani mengambil risiko, memiliki intuisi bisnis yang tinggi, sensitif terhadap kondisi dan situasi di dalam maupun di luar organisasi, dan berfikir sistematik, terstruktur, dan terencana.
Dalam persaingan yang mengikat setiap individu akan bersaing secara bebas, bagi orgnasasi/perusahaan yang berbasiskan kewirausahaan, persaingan direspon secara dinamik tanpa tekanan untuk mencapai tujuan. The new economy telah mengilhami kelahiran lembaga inkubator bisnis. Lembaga inkubator bisnis merupakan kompromi antarmodel interaksi bisnis, yaitu model interaksi tradisional yang bersifat face to face dengan model interaksi bisnis yang modern yang berbasiskan elektronik {e-commerce: business to business (B2B), business to customer (B2C), customer to customer (C2C).
Kehadiran lembaga inkubator bisnis dalam lingkungan bisnis merupakan sinergi antara kalangan praktisi bisnis dengan kalangan akademisi terhadap perkembangan lingkungan strategis, khususnya perubahan tuntutan dan perilaku. Perubahan tersebut dikelompokkan menjadi: pertama, emerging market. Kedua, second curve of life cycle. Ketiga, environmental sound business practices. Keempat, quest for competitiveness. Kelima, quality trends. Keenam, economic crisis turbulence. Ketujuh, electronic and virtual competition.
Organisasi sebagai sebuah sistem daya-hidup (cybernetics) senantiasa mengalami perubahan dan pertumbuhan. Setelah pada era 1970-an organisasi cenderung mengimplementasi sistem dan model manajemen industrial, memasuki dekade 1990-an, organisasi memasuki babak kehidupan baru dalam era informasi dan teknologi. Perkembangan ini mampu merubah pranata kehidupan antarbangsa, antarwilayah, dan antar manusia.
Organisasi yang terdiri dari para entrepreneur mampu merubah ancaman dan kelemahan sebagai peluang dan kesempatan. Keunggulan dalam mentransformasi fenomena melalui intuisi dan prediksi bisnis serta berani mengambil risiko merupakan ciri dominan seorang wirausahawan dalam menganalisis lingkungannya.
Lembaga inkubator bisnis sebagai rekomendasi proses improvement lingkungan untuk: (1) menciptakan ketahanan organisasi (organizational resilience), (2) menyesuaikan perubahan lingkungan (conducive environment) dengan penerapan model operasi yang adaptif, (3) keseimbangan kinerja (balanced performance) dengan dukungan sumberdaya manusia unggul dan strategi proses yang efektif, dan (4) menciptakan sistem terbuka (open system) dari organisasi yang terkait dengan lingkungan (multiple proprietary environmet).
Lembaga inkubator bisnis mewadahi dan memfasilitasi usaha-usaha baik yang berskala kecil, menengah maupun besar secara terintegrasi dan berdasarkan prinsip satu-banyak (one-many relation). Secara moral, inkubator bisnis merupakan aplikasi dari sistem ekonomi Pancasila yang berlandaskan “semangat koperasi”. Keterikatan para anggota inkubator bisnis (tenant) sama seperti koperasi. Perbedaan terletak pada simpanan atau iuran. Pada lembaga inkubator bisnis, anggota (tenant) tidak membayar simpanan atau iuran, sedangkan pada koperasi adalah sebaliknya.
Posting Komentar untuk "Pengembangan Inkubator Kewirausahaan di Perguruan Tinggi"