Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Pembinaan Kepemimpinan Mahasiswa

Sobat dunia kampus, artikel ini merupakan kelanjutan seri tulisan sebelumnya yang berjudul “Membangun Pemimpin Masa Depan Dari Dunia Kampus”. Uraian artikel berupa pokok pembinaan dan elemen kepemimpinan dalam upaya mempersiapkan mahasiswa sebagai pemimpin masa depan.

Strategi Pembinaan Kepemimpinan Mahasiswa
Gambar oleh Mango Matter dari Pixabay

Pokok Pembinaan

Kalaulah kita memperhatikan segala perubahan seperti yang telah digambarkan terdahulu, maka akan banyak ditemukan berbagai bentuk aktivitas pendidikan calon pemimpin (mahasiswa) yang dapat kita kembangkan. Untuk dapat memetakan ranah apa saja yang seharusnya menjadi fokus kita di dalam pengembangan aktivitas mahasiswa ada baiknya saya petakan prioritas, yang menurut pengamatan saya, masih sangat penting dikuasai oleh para mahasiswa atau pelajar kita.

Pertama, aktivitas intelektual. Aktivitas ini berhubungan langsung dengan ‘core business’ lembaga universitas. Di dalam ‘core business’ inilah kekuatan sesungguhnya yang kita miliki. Oleh karena itu, perhatian yang paling utama yang harus kita berikan adalah membangun tradisi intelektual di kalangan mahasiswa atau pelajar sehingga mereka dapat mengasah secara terus menerus, sistematik kemampuan intelektualnya. Kegiatan-kegitan yang berkaitan dengan ini adalah diskusi, seminar, lokakarya, kolokium, stadium general, penulisan ilmiah, jurnalistik, koram kampus, tabloid, jurnal mahasiswa dan pelajar, apresiasi seni, bedah, resensi dan review buku atau literature.

Kedua, aktivitas keterampilan. Aktivitas ini berhubungan dengan pemupukan pemahaman dan keterampilan berorganisasi, mengorganisasikan, memerintah, mengelola pemerintahan mahasiswa. Para calon pemipin mahasiswa dan pelajar harus diberikan ‘pendidikan dan pelatihan’ yang cukup dalam berbagai keterampilan pengelolaan ‘student governance’. Kegiatan semacam ini dapat berupa latihan keterampilan mengelola, latihan mengelola keuangan, latihan bekerja dalam tim, latihan berkomunikasi efektif, latihan bernegosiasi, latihan mengelola pertukaran kepentingan, latihan dalam ‘resource sharing’, latihan memahami dan menghormati orang lain, latihan memimpin persidangan, latihan dalam menghormati aturan main dan segala protokol yang berhubungan dengan organisasi, latihan memimpin pelaksanaan visi dan misi, latihan mendayagunakan sumberdaya manusia, latihan dalam merumuskan kebijakan, latihan dalam mengimplementasikan kebijakan, latihan dalam mengadministrasikan kegiatan, latihan mengakuntabilitaskan setiap kegiatan, latihan berkompetisi atas dasar ‘in search in exellence’, latihan mengelola pikiran dan gagasan atas dasar data, latihan membangun kepercayaan, latihan penggunaan teknologi dan lain-lain.

Ketiga, aktivitas penguasaan ruang (geografis). Kegiatan yang ada di dalam rumpun ini berupa kemampuan seorang pemimpin untuk mengetahui secara jelas tentang kultur, budaya, kebiasaan, adat istiadat, tradisi yang ada dan berkembang disekitar kita. Kultur universitas, misalnya, berbeda dengan kultur masyarakat diluar. Kultur universitas lebih bersifat kritis, egaliter, partisipatif, akuntabel, spekulatif. Kultur dunia luar universitas berlainan sama sekali. Kultur pemerintah, misalnya, sangat birokratis, lebih feodalistik, kurang egaliter, hierarkhis, ketat atau rigit. Pemhaman yang menyeluruh terhadap berbagai kultur yang ada disekitar lembaga yang dipimpin, sekaligus juga memahami kultur organisasi dirinya, menjadi syarat utama di dalam membangun kepemimpinan.

Keempat, aktivitas ‘menjadi warga dunia’. Kegiatan-kegiatan ini menyangkut pembangunan kesadaran diri sendiri, kesadaran pribadi yang dapat menciptakan sikap atau prilaku fleksibel dalam menghadapi berbagai persoalan yang ada. Oleh karena itu, aktivitas ini juga berkait dengan kebersediaan setiap calon pemimpin untuk ‘be a life long learner’. Ia harus selalu belajar, meningkatkan diri, meningkatkan kapasitasnya, sehingga ia mampu bergaul dengan orang lain secara setara. Salah satu kunci pokok dari kemampuan ini adalah harus adanya aktivitas yang memupuk, melatih kemampuan atau keterampilan dalam melakukan persuasi di dalam komposisi masyarakat lintas budaya.

Kelima, aktivitas yang berhubungan dengan kolaborasi lintas daerah, kolaborasi lintas institusi. Aktivitas semacam ini sangat bermanfaat untuk membangun jaringan, memelihara hubungan, membangun dan memelihara ‘customer’, sehingga aktivitas itu juga mempunyai implikasi banyak. Disamping ia berfungsi sebagai ‘image building’, tetapi ia juga bisa bermetamorphosis sebagai media memelihara loyalitas pelanggan, melayani kepuasaan pelanggan, membangun ‘trade mark’.

Keenam, aktivitas pelebaran partisipasi. Aktivitas ini berkaitan dengan kecenderungan global dimana hampir semua sektor kehidupan umat manusia diusahakan untuk mencapai kehidupan yang demokratis. Usaha-usaha memahami dan melatih calon pemimpin untuk dapat bersikap sebagai seorang demokrat menjadi sangat menentukan pola hubungan antara sesama individu di dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan di dalam berdemokrasi, mempromosikan nilai-nilai demokrasi seperti terbuka, partisipatif, menghormati hak-hak azasi, akuntabel, fleksibel, menghargai pluralitas, menjadi salah satu kunci pencapainya prestasi. Oleh sebab itu, aktivitas pendidikan demokrasi menjadi prioritas sangat tinggi. Hal ini seirama dengan tuntutan akan kehidupan umat manusia yang bergerak kearah dominasi ideologi liberal-kapitalistik.

Keenam rumpun kegiatan seperti di atas akan banyak memberikan warna ‘global’ bagi setiap aktivitas para pemimpin (mahasiswa), sehingga pengembangan program dan pokok kegiatan seperti itu akan memberi landasan kukuh bagi penyiapan calon pemimpin untuk masa depan. Tinggal, sekarang ini, kita merumuskan bentuk aktivitas yang lebih riil, yang dapat memberi energi bagi kehidupan para calon pemimpin (mahasiswa) itu bergerak maju, tidak stagnan dan dininabobokan oleh pragmatisme sempit. Pragmatisme sempit yang hanya melayani sikap-sikap hedonistik, asal jadi, miskin idealisme, serta bermental segmentatif atas dasar hegemoni kelompok. Pragmatisme sempit seperti ini akan memberi ruang kepada munculnya sikap-sikap ‘aku’, yang kemudian meletakan orang lain sebagai ‘kamu’, sehingga orang lain itu (‘kamu”) tidak menjadi bagian dari kehidupan (kampus) bersama. Bentuk masyarakat seperti ini adalah bentuk masyarakat yang mudah sekali mengalami ‘breakdown’, masyarakat yang rentan terhadap konflik, insinuasi serta kurang bertanggung jawab. Inilah ciri masyarakat transisi. Sebuah masyarakat yang berada situasi anomali, kurang menaati aturan bersama. Aturan dibangun hanya untuk kepentingan sesaat dan kelompok tertentu. Masyarakat transisi seperti itu, tentu saja, tidak kompatibel dengan masyarakat modern (global) yang sampai saat ini menjadi referensi kehidupan umat manusia.

Elemen Kepemimpinan

Kepemimpinan (mahasiswa) masa depan, sebagaimana kita perhatikan karakteristik dan tuntutan persyaratannya, memerlukan tiga elemen kepemimpinan yang menjadi landasan pokok terbangunnya model kepemimpinan yang baik. Ketiga elemen penting itu adalah (1) kemampuan penguasaan teknis yang baik (technical excellence), (2) mempunyai orientasi etika yang mumpuni (ethical orientation), dan (3) mempunyai komitmen untuk bisa bekerja dengan penuh, ‘all-out’ (full engagement). Dengan ketiga kekuatan elemen kepemimpinan ini, para calon pemimpin (mahasiswa) dapat menjadikan dirinya untuk siap dalam menghadapi perubahan-perubahan dinamis ‘masa depan’, baik yang disebabkan oleh gerak arus globalisasi, tekanan-tekanan kuat yang datang dari ‘tuntutan pasar’, kalau tidak hendak kita sebut sebagai tuntuan dari seluruh ‘stakeholder’.

Kemampuan teknis dalam ‘student governance’, belakangan ini, banyak menimbulkan masalah. Kita sering menyaksikan bahwa para calon pemimpin kita, bahkan mungkin para pemimpin politik kita, tampak agak gamang di dalam tata kelola oraganisasi. Itu sebabnya, kita juga kerap melihat bahwa banyak kebijakan diambil tidak berdasar kepada cerminan kemampuan pengendalian tata kelola organisasi. Kebijakan-kebijakan seperti itu, kemudian, memberi dampak kepada tumpang tindih, baik menyangkut penerapatan aturan main, maupun kepada distribusi tanggung jawab. Akibatnya kemudian adalah banyak kebijakan yang mempunyai nilai ketidakpastian. Ketidakpastian menyangkut dimana sesungguhnya wilayah otoritas kebijakan itu berada.

Kita menyadari bahwa tata kelola organisasi akan banyak berhubungan dengan penetapan yang lebih pasti tentang otoritas-otoritas, sehingga ia dapat mengatur aliran tanggung jawab. Kemampuan teknis di dalam mengatur aliran-aliran tanggungjawab serta distribusi otoritas akan menjadikan kepemimpinan itu memberi kepastian pengurusan kepada semua orang yang terlibat di dalam interaksi organisasi.

Sedangkan elemen komitmen untuk bisa bekerja penuh, memberi perhatian yang penuh terhadap pelaksanaan tanggung jawab, berkaitan dengan komitmen untuk memberikan pelayanan, membangun toleransi, menumbuhkan kematangan di dalam penyelenggaraan kepemimpinan, sehingga dapat mendorong terjadinya budaya kerja keras, melaksanakan pekerjaan dengan presisi dan tingkat akurasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Kerja keras, toleran, matang, merupakan nilai-nilai penting yang sangat menentukan kesuksesan pelaksanaan kepemimpinan di masa depan.

Kemudian daripada itu, elemen etika akan memberi dasar bagi kepemimpinan yang dapat diselenggarakan dengan autentik, menampilkan suasana rendah hati (humility), saling menyayangi atau saling mengasihi (compassion), penuh kesabaran (patience), saling memberi kepercayaan. Nilai-nilai seperti di atas akan memberi warna yang kuat bagi terbangunnya ‘role models’ pelayanan bagi semua orang yang akan terlibat di dalam kepemimpinan masa depan.

Ketiga elemen, seperti yang disebutkan di atas, sangat memberi corak terhadap bangunan kepemimpinan dari seorang calon pemipin. Setidak-tidaknya, ketiga elemen kepemimpinan tersebut akan membangun inspirasi bagi para calon pemimpin untuk mentranformasikan organisasi yang dipimpinnya, lembaga yang dikelolanya, menjadi organisasi dan lembaga yang siap memasuki ‘dunia masa depan’, bahkan mungkin dapat ‘menciptakan masa depan’ yang menjadi cita-cita bersama. Usaha-usaha semacam itu harus selalu di dorong agar kita dapat memberi ruang yang cukup bagi terbentuknya ‘masyarakat pemimpin’ masa depan yang memberi harapan nyata untuk kehidupan kita yang lebih baik,lebih sejahtera, lebih adil serta lebih makmur. Wallahualam…

Seri Tulisan Gagasan & Pemikiran Muchlis R. Luddin (1960 – 2021) 

 

Posting Komentar untuk "Strategi Pembinaan Kepemimpinan Mahasiswa"