Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strategi Penguatan Kompetensi Kepemimpinan di Perguruan Tinggi

Kepemimpinan di Perguruan Tinggi (PT) merupakan persoalan pelik dan problematik, sebab masalah kepemimpinan itu tidak bersifat berdiri sendiri. Kepemimpinan di PT terkait dengan berbagai hal, terutama berkelindan dengan tuntutan akan kualitas layanan. Pada saat yang sama, PT dihadapkan pada permasalahan keterbatasan sumberdaya, namun harus tetap melaksanakan kebijakan perluasan akses sebagai konsekuensi pergeseran paradigma PT dari yang bersifat elit menjadi masal. 
 
Strategi Penguatan Kompetensi Kepemimpinan di Perguruan Tinggi
Gambar oleh marcela_net dari Pixabay
 
Tuntutan akan kualitas juga sangat berhubungan dengan wajah sebuah organisasi. Kualitas juga sering disebut sebagai a way of life bagi organisasi. Pertanyaan sederhana yang dapat diajukan disini adalah bagaimana jalan yang harus ditempuh PT agar dapat meningkatkan kualitas, dengan berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimilikinya, dan dengan begitu sekaligus juga mendorong terbangunnya kebanggaan (sense of pride) terhadap lembaga. Atau dalam bahasa yang lebih jelas dapat dikatakan sebagai keinginan yang kuat untuk menjadi yang terbaik - a passion for excellence. Salah satu titik kuncinya adalah kepemimpinan institusional yang kuat.

Clark (1998) mengemukakan bahwa pengendali inti yang kuat (the strengthened steering core) – kepemimpinan PT - diperlukan bagi perwujudan an entrepreneurial university, disamping penguatan mutu akademik (academic heartland), pengembangan pheri-pheri dalam rangka perluasan jejaring kemitraan, diversifikasi basis pembiayaan dan institusionalisasi budaya kewirausahaan. Steering core yang kuat akan mampu mengatasi berbagai rintangan dan perubahan yang dihadapi PT, terutama dalam hal tata kelola kelembagaan (Good University Governance). Meskipun, Shattock (2004:97) mengingatkan bahwa good university governance is not a guarantee of university success but effective governance that is congruent with an institution’s aim, objectives and culture can make a significant contribution to it.. Tata kelola PT yang efektif dibangun dengan pola kepemimpinan kolektif yang teruji dan visioner. Hanya dengan kepemimpinan dan manajemen yang tangguh, visi dan misi PT dapat diwujudkan.

Dalam kondisi lingkungan yang selalu berubah saat ini - bahkan seringkali bersifat turbulence – dan dalam upaya tata kelola PT yang baik, penguatan steering core dimaksudkan agar pimpinan PT mampu dan berani melakukan berbagai reformasi ketika ingin membawa lembaga menuju ke arah yang lebih baik. Reformasi yang perlu dilakukan adalah competitive-driven reforms, financial-driven reforms, accountability-driven reforms, dan equity-driven reforms. Keempat reform ini harus dilaksanakan secara bersamaan dan berkesinambungan. Namun demikian, tantangan pelik yang harus dihadapi pimpinan dalam melaksanakan reformasi tersebut adalah derasnya resistensi kelompok pro status quo (tidak menginginkan perubahan yang mengganggu kenyamanan kelompok tersebut). Keberanian melaksanakan reformasi tersebut juga seringkali berbenturan dengan regulasi dan birokrasi yang berlebih.

Reformasi akan berhasil jika pimpinan menganggap bahwa manajemen institusi merupakan hal yang lebih dari sekedar manajemen sekelompok individu dalam PT.  Seperti halnya kepemimpinan, reformasi manajemen institusi haruslah terdistribusi ke seluruh institusi.  Bila tidak demikian, maka reformasi manajemen tersebut hanya akan berhenti pada level tertinggi pengelola PT yang hanya terdiri dari sejumlah kecil anggota pimpinan PT, seperti: Rektor, Dekan, dan para staf administrasi senior.  Kebijakan reformasi harus sampai kepada tingkatan program studi sebagai garda terdepan PT. Reformasi manajemen kelembagaan yang dilaksanakan secara konsisten, akan mampu mengatasi berbagai masalah, seperti: perubahan perilaku warga PT terhadap berbagai tekanan dari luar, pemahaman mereka terhadap misi dan tujuan institusi, keyakinan pada kemampuan mereka dalam mengetahui situasi yang ada, mengatasi resiko, dan mengambil keputusan secara cepat akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kemampuan PT dalam melanjutkan momentum reformasi dan meraih kesuksesan.  Keempat kebijakan reformasi akan berhasil diimplementasikan apabila kepemimpinan PT memperhatikan hal-hal berikut:;

Pertama, pemimpin PT harus menjadikan dirinya sebagai a vision for the institution. Ia harus menguasai luar-dalam, eksplisit- implisit, tentang visi dan misi lembaga yang dipimpinnya. Seorang pimpinan PT adalah orang yang harus paling memahami, mengerti roh yang paling dalam yang berkaitan dengan bermacam-macam pesan, misi, yang termaktub di dalam visi lembaga yang telah dirumuskan bersama. 

Kedua, pemimpin PT harus memiliki a clear commitment terhadap peningkatan mutu setiap warga universitas serta mutu lembaga (mutu dosen, mutu staf administrasi, mutu proses belajar mengajar, mutu sarana dan prasarana). Komitmen yang jelas, terang adalah modal utama untuk peningkatan kualitas.

Ketiga, pemimpin PT juga sangat dituntut mempunyai kemampuan dan keterampilan yang cukup di dalam berkomunikasi, mengembangkan komunikasi, melaksanakan interaksi dengan kualitas pesan yang jelas, terang. Adalah suatu tragedi apabila seorang pimpinan universitas tidak mempunyai kemampuan yang dipersyaratkan tersebut. Bisa jadi banyak hal yang terjadi di lingkungan universitas, yang tidak dipahami oleh stakeholder atau oleh warga universitas, disebabkan mutu pesan yang disampaikan sangat tidak memadai.  

Keempat, pimpinan PT harus berperan sebagai leading staff development. Banyak masalah timbul di dalam manajemen universitas karena pimpinan universitas alergi dengan pengembangan staf. Pimpinan PT, terutama pada universitas-universitas yang berada pada posisi lapis kedua atau ketiga di dalam pemetaan lembaga PT, seringkali tidak mempunyai kesadaran yang cukup untuk pengembangan staf.  

Kelima, pimpinan PT harus memprakarsai apa yang disebut sebagai a no blame culture. Banyak sekali respon yang diberikan oleh warga universitas terhadap suatu kebijakan dengan perasaan yang tidak puas. Warga universitas merasa ‘tidak memiliki’ kebijakan itu, walaupun kadang kala mereka turut terlibat di dalam proses pengambilan kebijakan tersebut. Budaya protes, tidak puas ketika suatu keputusan telah ditetapkan, seringkali menjadi sesuatu yang naïf terjadi di lembaga universitas yang menjunjung tinggi rasionalitas, perdebatan akademik dan pencarian kebenaran. Pimpinan universitas harus menghentikan ‘a blame culture’ seperti itu. Kembalikan budaya kolegial, budaya akademik, dengan landasan rasionalitas, sehingga setiap kebijakan tidak dimentahkan oleh orang-orang yang sesungguhnya tidak memiliki ‘otoritas’ di wilayah itu.

Keenam, pimpinan PT harus dapat membangun suatu tim kerja yang efektif. Tim kerja yang dapat menjadi ‘mesin’ penggerak organisasi. Tim kerja yang dapat menterjemahkan visi dan misi universitas ke dalam kegiatan nyata, sehingga visi dan misi itu “dapat bekerja”. 

Ketujuh, pimpinan PT harus melakukan pertemuan-pertemuan regular dalam rangka membangun jejaring kemitraan dengan stakeholders. Agar mereka tahu apa yang menjadi tuntutan kualitas, kebutuhan, perubahan dari para pengampu kepentingan.

Kedelapan, pimpinan PT juga harus berfungsi sebagai orang yang dapat memimpin kerja-kerja inovatif. Ia harus dapat bertindak dan membuat kebijakan yang bersumber pada karya-karya inovatif. Oleh sebab itu, untuk dapat melakukan inovasi, memimpin inovasi, para pimpinan universitas harus dibekali pemahaman bahwa setiap regulasi, pengaturan, aturan main bukan sesuatu yang bersifat final.

Kesembilan, pimpinan PT harus dapat berperan sebagai orang yang mampu mengembangkan keterampilan di dalam resolusi konflik, pemecahan masalah serta mengembangkan mediasi atau negosiasi. Keterampilan mediasi untuk menyelesaikan konflik menjadi sangat penting agar sikap-sikap toleran dapat lebih mengemuka ketimbang konflik atau polemik yang seringkali tak begitu jelas manfaatnya.

Referensi:

Clark, B.R. (1998) Creating Entrepreneurial university: Organizational Pathways of Transformation. Paris: IAU Press.

Shattock, Michael  (2004) Managing Successful Universities, Society for Reseach into Higher Education & Open University Press, UK.

 

Posting Komentar untuk "Strategi Penguatan Kompetensi Kepemimpinan di Perguruan Tinggi"