Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Melawan Stigma di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: Fani Aftiani*

Pandemi Covid-19 merupakan peristiwa penyebaran penyakit Covid-19 yang pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Hingga sampai saat ini sudah  menyebar di hampir seluruh negara di dunia dan Indonesia mengonfirmasi kasus pertama pada awal Maret 2020. Sejak terjadinya pandemi Covid-19 banyak permasalahan yang muncul dari berbagai sektor kehidupan, seperti kesehatan, industri, pendidikan, ekonomi, dan termasuk sosial. Masalah sosial yang muncul di kalangan masyarakat adalah munculnya stigma yang berkaitan dengan pandemi Covid-19. Menurut Teresa (2010) Stigma adalah pikiran dan kepercayaan yang salah. Menurut Scheid dan Brown (2010) Stigma adalah sebuah fenomena yang terjadi pada saat seseorang diberikan labeling, stereotipe, separation, serta mengalami diskriminasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa stigma adalah pikiran dan keperayaan negatif yang diperoleh seseorang dalam bentuk label, stereotipe, separation dan diskriminasi dari masyarakat atau lingkungan yang mempengaruhi keseluruhan individu. 

Melawan Stigma di Tengah Pandemi Covid-19
Foto oleh Jessica Lewis dari Pexels

Saat ini muncul berbagai stigma terhadap pasien Covid-19, baik pasien dalam pengawasan (PDP) maupun orang dalam pengawasan (ODP), dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Contohnya saja kasus positif virus corona pertama di Indonesia yang merupakan merupakan ibu dan anak berusia 64 tahun dan 31 tahun. Ketika diumumkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020, publik sempat dihebohkan akan hal itu dan munculnya berbagai tanggapan masyarakat, baik tanggapan positif seperti himbauan dan saling mengingatkan untuk mulai menjaga kesehatan maupun tanggapan negatif. Tanggapan negatif berupa komentar negatif dan pencarian serta pengungkapan identitas diri pasien secara detail telah menimbulkan stigma kepada kedua pasien tersebut.

Saat ini banyak pasien yang mendapatkan stigma berupa perlakukan yang berbeda, dijauhi, dicap sebagai penular virus, bahkan beberapa pasien juga terkena tekanan mental akibat stigma tersebut. Hal tersebut dapat mengakibatkan beberapa orang menyembunyikan status kesehatan dan gejala Covid-19 yang dirasakan, bahkan enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan yang tersedia. Oleh sebab itu, stigma dapat menyebabkan meningkatnya kemungkinan penyebaran dan penularan Covid-19 semakin tinggi di kalangan masyarakat.  Selain pasien, keluarga pasien dan tenaga kesehatan juga mendapatkan stigma seperti pengusiran dari tempat tinggal, dihindarkan dan diajuhi oleh warga lingkungan sekitarnya karena mereka dianggap berbahaya berhubungan langsung dengan pasien, padahal para tenaga kesehatan bekerja sesuai standar, termasuk menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari penularan Covid-19. Stigma yang muncul saat pandemi Covid-19 ini sangat merugikan karena bukan membantu pengendalian dan pemulihan wabah Covid-19 melainkan dapat meningkatkan angka kasus positif Covid-19 karena dampak yang diberikan tersebut dapat mempengaruhi mental dan mempengaruhi imunitas tubuh yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami waktu penyembuhan yang lebih lama dan lebih  rentan terinfeksi Covid-19.

Mengapa stigma terkait Covid-19 dapat muncul di kalangan masyarakat? Penyebaran Covid-19 yang luas dan begitu cepat, serta virus penyebab Covid-19 merupakan jenis virus baru yang belum terlalu diketahui. Oleh sebab itu, banyaknya masyarakat yang merasa kebingungan, cemas dan takut sehingga menghubungkan apa yang dirasakan tersebut kepada orang yang dianggap berhubungan dengan virus tersebut. Pemberitaan di beberapa media yang hanya menampilkan angka peningkatan jumlah pasien Covid-19 juga menambah rasa cemas dan takut masyarakat. Banyaknya oknum tidak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi palsu atau hoaks terkait Covid-19 di berbagai media sosial dan masih banyaknya beberapa pengguna media sosial yang langsung menelan informasi tersebut mentah-mentah tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu. Serta, kurangnya kesadaran literasi masyarakat terhadap informasi Covid-19 juga menyebabkan masyarakat lebih mudah menerima informasi palsu, beberapa masyarakat bahkan sudah tidak ingin mencari tahu apapun informasi terkait Covid-19.  Selain itu, pengaruh lingkungan seperti masyarakat yang sudah terlanjur menerima infomasi palsu dan stigma terkait Covid-19 menyebarkannya lagi kepada orang terdekatnya seperti keluarga, teman dan tetangga sehingga hal tersebut akan berulang sampai akan semakin menyebar luas. Stigma berupa perlakukan masyarakat akan mempengaruhi masyarakat lainnya untuk berpikir atau melakukan hal yang sama.

Banyaknya penyebab yang menimbulkan stigma terkait Covid-19, maka dari itu diperlukannya peranan penting dari berbagai pihak untuk membantu melawan dan menghentikan munculnya stigma yang menyebar di masyarakat. Berikut tindakan yang diperlukan untuk melawan dan menghentikan stigma tersebut:

Pertama, mulai dari masyarakat. Hal yang dapat dilakukan dengan memberi dukungan dan dorongan semangat kepada pasien dan keluarga pasien yang terdampak, serta dukungan dan apresiasi kepada para tenaga kesehatan yang telah bekerja keras dalam menangani wabah Covid-19 ini. Stigma yang muncul akibat rasa cemas dan takut yang dirasakan masyarakat  dapat dicegah dengan mencari informasi yang tepat dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya, dengan mengetahui fakta yang sebenarnya dapat mengurangi rasa cemas dan takut tersebut. Selanjutnya, bijak dalam menggunakan media sosial dengan tidak menyebarkan informasi palsu dan menangkap informasi harus diperiksa terlebih dahulu sehingga tidak mudah terprovokasi dan menimbulkan stigma terkait Covid-19. Lalu, tumbuhkan kesadaran dan minat literasi terkait Covid-19 dengan membaca informasi mengenai pencegahan, perlindungan diri dan penanganannya di berbagai media baik cetak maupun elektronik, serta mencari tahu informasi terkait kepada seseorang yang sudah memahaminya seperti dokter, tenaga kesehatan, dan seseorang yang sudah sembuh dari Covid-19. Selain itu, tidak meneruskan berita yang tidak bisa dipastikan kebenarannya kepada orang terdekat, sebaliknya berilah berita baik dan sudah dipastikan kebenarannya.

Kedua, peran penting pemerintah. Agar masyarakat tidak menerima informasi yang salah dan semakin menyebarnya stigma, pemerintah harus aktif dalam memberikan sosialisasi dan edukasi terkait informasi Covid-19 kepada masyarakat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pemerintah harus menindak tegas para penyebar berita palsu dan para provokator yang menyebarkan stigma terkait Covid-19. Selain itu, pemerintah harus menciptakan komunikasi publik yang baik dengan masyarakat dan penyampaian data harus transparan agar terjalin kepercayaan antara pemerintah dengan masyarakat.

Ketiga, peran seseorang yang berpengaruh dalam lingkungan masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, dan influencer di media sosial juga mempunyai peranan penting untuk membantu pemerintah dalam memberikan sosialisasi dan edukasi terkait informasi Covid 19 sehingga membantu melawan stigma dengan pengaruh yang dimiliki dalam lingkungan masyarakat.

Keempat, peran media massa. Sebagai penyambung lidah antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat, media harus meliput berita yang dapat mengurangi stigma tersebut dengan menyajikan berita berdasarkan fakta dan tidak membuat masyarakat merasa cemas dan takut, seperti pemberitaan peningkatan jumlah kasus pasien positif dapat diimbangi dengan pemberitaan peningkatan jumlah pasien yang sembuh dan orang-orang yang telah pulih dari Covid 19, serta liputan para tenaga kesehatan dan komunitas relawan yang telah berperan baik dalam membantu menagani pandemi Covid-19 ini. Berita yang disampaikan media sangat berperan dalam memerangi rumor yang dapat menimbulkan stigma.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, adanya beberapa penyebab yang mengakibatkan munculnya stigma di kalangan masyarakat dan tentunya stigma tersebut sangat merugikan karena dapat berdampak pada kondisi mental seseorang. Selain itu, stigma akan semakin mempersulit pengendalian dan pemulihan pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dalam melawan dan menghentikan stigma tersebut, dibutuhkannya peran penting dari berbagai pihak. Tidak akan sulit jika semua pihak dapat bekerja sama dalam melakukan perannya masing-masing. Mari kita berjuang bersama untuk melawan stigma!

* Mahasiswa Program Studi Akuntansi (D3) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta.

Posted by Dedi Purwana 

32 komentar untuk "Melawan Stigma di Tengah Pandemi Covid-19"

  1. Artikel sangat bermanfaat apalagi disaat pendemi seperti ini

    BalasHapus
  2. Sangan bermanfaat, semoga pembaca yang lain bisa mendapatkan manfaat setelah membacanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Aamiin, semoga pembaca yang lain juga mendapatkan manfaat setelah membaca

      Hapus
  3. sangat amat berguna dan bermanfaat di masa pandemi sekarang ini👍👍

    BalasHapus
  4. Artikelnya menarik banget, menambah wawasan kita disituasi saat ini, terima kasih fani

    BalasHapus
  5. terimakasih, karena ini jadi tau stigma2 masyarakat itu kaya gimana dan cara mengahdapi stigma itu gimana, bermanfaat sekali 👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali Anti, senang jika artikelnya dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi Anti

      Hapus
  6. sangat bermanfaat, terimakasih

    BalasHapus
  7. Artikel yang sangat bermanfaat. Informasi yang diberikan juga sangat membantu. Trima kasih.

    BalasHapus
  8. Wahh sangat bermanfaat sekali, terimakasih

    BalasHapus
  9. Mardyah Alviani Batubara14 Desember 2020 pukul 21.32

    Artikelnya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  10. Artikel yang sangat bermanfaat

    BalasHapus
  11. Fernanda Amelia Putri19 Desember 2020 pukul 17.23

    Artikel sangat bermanfaat, keren...

    BalasHapus
  12. Artikelnya sangat bermanfaat, Terimakasih

    BalasHapus