Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wirausaha Pilihan Hidup

Oleh: Dedi Purwana

Ketika anda telah menyelesaikan studi di perguruan tinggi, itu sebenarnya awal perjalanan mengarungi dunia kehidupan nyata. Nyata karena bisa saja apa yang anda dapatkan di bangku kuliah, tidak sejalan dengan realita. Teori dan ketrampilan yang anda peroleh ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Akhirnya pilihan anda setelah lulus hanya 3, yaitu menjadi pekerja, wirausaha, dan pengangguran. Tentu pilihan ketiga bukan opsi yang diinginkan orang tua. Jadi pilihannya tersisa 2 – bekerja atau berwirausaha.

wirausaha dunia kampus
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Ok, katakanlah anda memilih bekerja selepas kuliah. Pertanyaannya, berapa gaji pertama yang akan diperoleh? Dibawah UMR, sama dengan UMR atau di atas UMR? Berapapun gaji yang diterima, pernahkah anda menghitung investasi orang tua yang menyekolahkan anda sejak TK hingga perguruan tinggi? Ambil kalkulator atau buka excell di notebook anda. Coba hitung total  biaya pendidikan yang sudah dikeluarkan orang tua mulai TK hingga kuliah. Lalu jumlah tersebut dibagi dengan masa bekerja anda selepas kuliah (rata-rata 30 tahun). Selanjutnya kalikan 30 tahun dengan 12 bulan. Untuk mendapatkan berapa sebenarnya gaji per bulan yang seharusnya anda terima untuk mengembalikan total investasi pendidikan, silahkan bagi total investasi dengan 360 bulan. Ketemu jumlahnya? Silahkan renungkan!

Nah pilihan hidup lainnya adalah berwirausaha. Pertanyaannya, mengapa saya harus memilih wirausaha sebagai pilihan hidup? Pada masa sekarang seorang wirausaha dapat dikatakan sebagai pahlawan ekonomi. Wirausaha mampu mengikis kemiskinan dan pengangguran yang menjadi masalah krusial di negara kita. Dengan kemampuannya melihat peluang bisnis, seorang wirausaha mampu mengubah sumberdaya yang tidak dilirik dan diperhitungkan orang lain menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis bagi dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar. Wirausaha memiliki semangat pantang menyerah. Kegagalan merupakan sukses yang tertunda bagi seorang wirausaha sukses.  Bagi seseorang yang memiliki spirit kewirausahaan tinggi, 1001 jenis peluang berwirausaha terbuka bagi dirinya.

Nilai ibadah bagi seorang wirausaha adalah keinginannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain (job creator), dibandingkan hanya menjadi pegawai di suatu perusahaan atau instansi pemerintah (Job Seeker). Dalam dunia kewirausahaan, ada juga seseorang yang bekerja sebagai karyawan namun tidak puas dengan gaji yang diterima setiap bulannya, berusaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan jalan membuka usaha. Orang-orang yang memilih wirausaha sebagai pilihan hidup turut membantu pemerintah membangun perekonomian nasional.

Puluhan tahun saya mengajar mata kuliah kewirausahaan, tidak banyak mahasiswa yang berani angkat tangan ketika ditanya siapa yang ingin menjadi wiurasaha selepas kuliah? Atau bahkan berani berwirausahaan saat duduk dibangku kuliah? Jumlahnya sangat-sangat minim. Paling hanya 2 atau 3 orang dari 40 mahasiswa di kelas yang berani angkat tangan.

Minimnya minat masyarakat Indonesia untuk berani berkiprah sebagai wirausaha dipicu beberapa faktor berikut:

Pertama, faktor sosial budaya. Persepsi masyarakat yang menganggap bahwa menjadi pegawai lebih tinggi derajatnya dari pada wirausahawan. Persepsi demikian merupakan warisan kolonial karena pada masa itu pribumi yang menjadi pegawai jumlahnya sangat terbatas. Keterbatasan inilah yang kemudian memposisikan pegawai pribumi menempati posisi tinggi dalam struktur sosial kemasyarakatan. Warisan ini berlanjut hingga sekarang,  bila kita mengamati konsep orang tua mendidik anak. Dalam mendidik anak, kebanyakan orang tua selalu mengharapkan anaknya mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah atau perguruan tinggi yang baik dan akhirnya mendapatkan pekerjaan serta penghasilan yang baik pula. Jarang kita temui orang tua yang mengarahkan masa depan anaknya untuk menjadi wirausaha, karena menggangap wirausaha tidak lebih dari seorang ”pedagang”! Ada rasa malu bagi orang tua jika anaknya memilih profesi sebagai pedagang.

Kedua, faktor politik. Pada ranah politik, belum banyak kebijakan-kebijakan politik yang mengarahkan bertumbuhkembangnya kewirausahaan di tanah air. Dalam sistem perpolitikan, bangsa ini masih disibukan dengan belajar bagaimana menata sistem demokrasi, sehingga melupakan penataan sistem perekonomian. Hiruk pikuk tawar menawar bagi kepentingan partai politik tertentu masih mewarnai aktifitas para anggota legislatif ketika akan meluncurkan produk perundangan yang terkait kebijakan ekonomi pro rakyat. Sistem perpolitikan kita masih melupakan konsep bahwa masyarakat demokratis tidak akan tercipta dalam masyarakat yang belum sejahtera secara ekonomi. Kebijakan penataan sistem demokrasi harus seiring dan sejalan dengan penataan sistem ekonomi.

Ketiga, faktor ekonomi. Kebijakan ekonomi yang dilansir pemerintah belum sepenuhnya menstimulasi perkembangan kewirausahaan di tanah air. Kebijakan membuka kran impor suatu produk seringkali merugikan para pengusaha nasional karena harga produk mereka kalah bersaing dibandingkan produk impor. Belum ada mekanisme dan kebijakan yang ideal untuk melindungi produk nasional terutama untuk mengantisipasi berbagai perjanjian perdagangan bebas. Mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 360 juta, negara kita  merupakan pasar yang sangat potensial bagi pelemparan produk-produk negara asing. Ketidakberdayaan pemerintah dalam membentengi diri terhadap serangan produk asing tersebut, menyebabkan tidak ada insentif bagi kemunculan wirausaha-wirausaha baru.

Keempat, faktor teknologi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebenarnya memberikan peluang munculnya wirausaha baru. Booming internet dapat dimanfaatkan sebagai ajang untuk membuka usaha/ bisnis. Namun, tingkat literasi yang rendah terhadap teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan potensi ini belum dimanfaatkan sebagai peluang usaha secara optimal. Masyarakat kita masih tergolong pemakai (user) teknologi belum sebagai pencipta (creator). Munculnya tren e-commerce, transaksi elektronik, virtual mall, e-marketing sepertinya dianggap sesuatu yang biasa saja oleh masyarakat kita. Hal ini dapat dimaklumi karena kebiasaan bertransaksi masyarakat kita  masih menggunakan metode konvensional - cash/ tunai. Kebiasaan bertransaksi model konvensional tersebut menyebabkan peluang berwirausaha dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi belum tergarap maksimal.

Potensi Menjadi Wirausaha 

Potensi perkembangan kewirausahaan di tanah air sebenarnya cukup besar. Negara ini memiliki sumberdaya alam yang melimpah, pasar yang potensial (360 juta penduduk!), pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, kondisi politik dan keamanan yang mulai kondusif untuk berinvestasi. Kondisi demikian sangat berpotensi untuk melahirkan wirausaha-wirausaha baru.

Coba renungkan kembali pilihan hidup yang harus anda putuskan: Ingin jadi PEGAWAI, WIRAUSAHA atau PENGANGGURAN? Bila ingin menjadi PEGAWAI hadapi kenyataan bahwa semakin banyak orang yang belum dapat kesempatan bekerja, baik sebagai pegawai swasta maupun pengawai negeri hal ini disebabkan karena: 1) Terbatasnya lowongan pekerjaan, 2) Tidak sesuainya keterampilan yang dimiliki dengan lowongan kerja yang ada, 3) Rendahnya kualifikasi pendidikan yang dimiliki, 4) Kurangnya keterampilan yang dimiliki, dan 5) Persaingan yang semakin ketat.

Faktanya, banyak pegawai merasa tidak puas menjadi pekerja dengan alasan terutama: 1) Mereka tidak suka diperintah atau mengikuti perintah, 2) Kemampuan mereka tidak diakui, 3) Gaji sudah ditentukan/rendah, 4) Tanggung jawab mereka terbatas, 5) Sulit untuk merealisasikan ide mereka sendiri, dan 6) Mereka tidak suka tergantung pada majikannya.

Pegawai yang tidak puas mungkin akan mencari kesempatan baru untuk menjadi pengusaha,  mereka cenderung membuka bisnis sendiri untuk berbagai alasan:

  1.  Kemandirian – mereka ingin menjadi bos atas bisnis mereka sendiri.
  2.  Adanya kebutuhan yang mendesak.
  3.  Ingin menambah penghasilan.
  4.  Ingin mengembangkan usaha untuk masa depan anak-anak mereka.
  5.  Ingin menghasilkan lebih banyak uang daripada yang mereka terima sebagai pegawai.
  6.  Kesempatan untuk membuktikan kemampuannya.

Mencermati kondisi pilihan bekerja di atas, pertanyaanya apa saya bisa menjadi seorang wirausaha? Jawabannya, tentu bisa. Setiap orang punya potensi untuk menjadi wirausaha. Coba jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Apakah Anda biasanya memotivasi diri dan bersedia bekerja keras untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan?
  2. Dapatkah Anda bekerjasama dengan orang lain?
  3. Dalam sekelompok orang, apakah Anda biasanya mengambil peran pimpinan?
  4. Dapatkah Anda berkomunikasi secara baik dengan orang lain?
  5. Apakah Anda percaya diri?
  6. Apakah Anda mempunyai citra diri yang positif?
  7. Apakah Anda cepat dalam membuat/mengambil keputusan?

Semakin banyak jawaban ”YA   atas pertanyaan di atas, semakin tinggi sifat kewirausahaan anda.  Ingatlah, salah satu faktor utama untuk menjadi wirausaha ialah bahwa anda memberikan sesuatu yang bernilai bagi orang lain.  Semakin orang membutuhkan produk atau jasa anda, semakin besar kemungkinan imbalan yang akan anda dapatkan.  

Jiika anda tidak mau memilih jadi Pegawai atau Wirausaha, pilihan yang tersedia hanya PENGANGGURAN!. Jika profesi terakhir yang anda pilih, segeralah sobat dunia kampus akhiri membaca artikel ini!

6 komentar untuk "Wirausaha Pilihan Hidup"

  1. artikelnya sangat bermanfaat. terimakasih prof

    BalasHapus
  2. Terimakasih pak untuk artikelnya, bermanfaat sekali..

    BalasHapus
  3. Artikel ini cukup detail membahas ranah kewirausahaan, kata-kata yang disuguhkan sangat bervariatif dan informatif, terima kasih prof atas kontennya.

    BalasHapus
  4. terima kasih prof, saya pegawai di instansi pemerintahan, meskipun sedang lanjut kuliah di UNJ, namun apa yang dinyatakan memang mencerminkan apa yang ada dalam pikiran saya, hehe

    Meskipun bisa dibilang santai dan setiap bulan menerima gaji, namun ada yang kurang, aktualisasi diri, kebebasan, penghargaan, benefit ekonomi, kadang menjadi sesuatu yang menjadi keunggulan tersendiri bagi para pelaku wira usaha, terlebih bagi kaum milenial,

    Namun ketakutan akan risiko yang mungkin timbul dan zona nyaman yang terganggu (waktu, tenaga, pikiran), jd batu sandungan bagi pegawai yang sudah nyaman di zonanya Prof, hehe

    Terima kasih banyak atas ilmunya :D

    BalasHapus