Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sekolah di Tengah Pandemi, Mampukah Siswa Beradaptasi?

 Oleh: Muhammad Erland Adhipramana*

Pada bulan November yang lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita tentang sekolah tatap muka di tengah pandemi yang akan dimulai pada Januari 2021. Kali ini Mendikbud, Nadiem Makarim pada akun YouTube Kemendikbud pada Jum’at (20 November 2021) yang lalu, ia mengatakan bahwasanya setiap daerah yang melakukan sekolah tatap muka ini tetap harus menjaga protokol kesehatan yang di-monitoring atau diawasi oleh Pemda setempat. Hal ini tentunya memperbolehkan setiap sekolah untuk melaksanakan sekolah tatap muka di setiap zona yang ada. Lalu yang menjadi permasalahannya, apakah peserta didik mampu untuk beradaptasi, jika melakukan sekolah tatap muka di tengah pandemi ini?

Sekolah di Tengah Pandemi, Mampukah Siswa Beradaptasi?
Foto oleh Vlada Karpovich dari Pexels

Saat ini para guru dan siswa dalam melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) masih ada beberapa daerah yang kesulitan menerapkan PJJ ini. Tidak sedkit pula siswa yang yang tidak mempunyai HP karena keterbatasan ekonomi yang dialami keluarganya. Rata-rata golongan yang berpendapatan menegah ke atas tidak terlalu mengalami kesulitan untuk melaksanakan PJJ karena mereka mempunyai media komunikasi seperti HP dan laptop. Lantas, bagaimana dengan mereka yang berpendapatan menengah kebawah atau dari keluarga yang kurang mampu dalam ekonomi? Mereka tentu harus memikirkan cara agar anak mereka tetap bisa bersekolah, meski dalam keadaaan kekurangan sekalipun. Karena anak mereka adalah satu-satunya aset keluarga yang paling berharga, maka orang tua rela mengorbakan segala upaya demi anaknya menikmati pendidikan untuk meneruskan kehidupan anaknya yang lebih baik kelak. Dari penjelasan tersebut, maka sekolah tatap muka harus segera dilaksanakan, tanpa perlu ditunda lebih lama lagi.

Menurut saya alangkah baiknya jika pemerintah memperhatikan kurva masyarakat yang terinfeksi oleh COVID-19 ini. Apabila kurva tersebut begerak menurun kebawah hampir mengenai garis horizontal, maka masih boleh diadakannya sekolah tatap muka. Begitupula sebaliknya jika kurva menunjukan peningkatan dengan pergerakan kurva ke atas, maka pemerintah harus bersedia menunggu lebih lama sampai kurva melandai dengan jumlah penurunan kasus postif COVID-19 yang signifikan. Pemerintah tidak perlu terburu-buru agar dampak covid-19 tidak semakin meluas, terlebih lagi sikap anak-anak yang terkadang suka lalai dalam melaksanakan protokol kesehatan. Orang tua hanya dapat memberi dukungan lewat doa saja, tetapi yang mengawasi mereka tetap guru/petugas yang ada di sekolah. Dari opini tersebut, maka tatap muka harus benar-benar memberikan manfaat yang lebih dari PJJ, jangan justru memberikan dampak yang lebih buruk.

Lalu dalam penerapan sekolah tatap muka harus mengikuti syarat-syarat berikut ini:

Pertama, Perizinan dari pihak ketiga. Nantinya pada sekolah tatap muka dilaksanakan akan ada tigak pihak yang akan menentukan sekolah tersebut boleh atau tidak melaksanakan pembelajaran tatap muka ini. Ketiga pihak yang dimaksud yaitu Pemda (Pemerintah Daerah), kepala sekolah, dan perwakilan orang tua.

Berikut ini beberapa faktor yang menjadi pertimbangan Pemda untuk memutuskan sekolah mana yang diperbolehkan dan diberikan izin dalam pembelajaran tatap muka, antara lain : 1) Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, 2) Kesiapan satuan pendidikan dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa/check list, 3) Ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan, 4) Tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayahnya, 5) Tempat tinggal warga satuan Pendidikan, 6) Kondisi geografis daerah, 7) Mobilitas warga antar-kabupaten/kota, kelurahan/desa, dan kecamatan, dan 8) Kondisi psikososial peserta didik.

Kedua, Pemenuhan daftar periksa/check list oleh sekolah. Apa saja yang harus dibutuhkan sekolah dalam pemenuhan daftar periksa? Berikut daftar periksa yang dibutuhkan: 1) Mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, 2) Ketersediaan sarana kebersihan dan sanitasi, seperti toilet yang bersih dan layak pakai, sarana untuk cuci tangan dengan sabun/ hand sanitizer, dan  penyemprotan disinfektan, 3) Penerapan wajib masker, dan 5) Mendapat persetujuan dari perwakilan orang tua atau wali.

Setiap sekolah yang ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka, baru akan diperbolehkan ketika sekolah tersebut telah memenuhi check list ini. Dalam hal ini Satuan Pendidikan harus melakukan koordinasi terpadu antara unit kesehatan sekolah degan fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Lalu Satuan Pendidikan juga perlu melakukan koordinasi persiapan dalam menghadapai COVID 19 dengan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Lembaga Pelayanan Perguruan Tinggi Setempat. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah  COVID-19 di Satuan Pendidikan. Terakhir harus adanya persetujuan dari perwakilan orang tua atau wali, jika tidak disetujui maka sekolah tidak diperkenankan untuk dibuka kembali.

Ketiga, Menerapkan protokol baru dengan tepat. Meski sekolah sudah memenuhi daftar periksa/check list untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka, harus ada protokol kesehatan yang baru dan juga ketat. Mengingat banyaknya kasus postitif COVID-19 ini karena kelalaian/malas dalam menerapkan protokol kesehatan bagi dirinya sendiri, padahal pemerintah sudah berulang kali mengingatkan akan hal ini kepada masyarakat. Beberapa portokol kesehatan yang diperketat tersebut, antara lain:

Pertama, kondisi kelas. Kapasitas maksimalnya adalah 50% dari rata-rata. Jumlah maksimal peserta didik per ruang kelas, yaitu 5 orang untuk tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 18 orang untuk pendidikan dasar (SD) dan menengah (SMP dan SMA), dan 5 orang untuk Sekolah Luar Biasa (SLB). Selain itu, mimimal menjaga jarak 1,5 meter ketika berada di dalam kelas. Kedua, perilaku wajib yang harus diterapkan oleh semua guru, murid, dan dan warga sekolah lain. Perilaku wajib tersebut diantaranya seperti memakai masker kain sebanyak 3 lapis atau masker sekali pakai, kemudian mencuci tangan dengan sabun menggunakan air mengalir atau bisa pakai hand sanitizer, dan menjaga jarak minimalnya 1,5 meter dengan yang lain serta tidak diperbolehkan melakukan kontak fisik. Ketiga, kantin tidak diperbolehkan untuk dibuka. Hal ini untuk menghindari kerumunan, maka sebaiknya kantin tidak boleh beroperasi. Keempat, kegiatan hanya berfokus pada pembelajaran dan tidak diperbolehkan ada kegiatan lain selain itu. Jadi hanya ada kegiatan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), kegiatan selain itu seperti kegiatan olahraga, ekstrakurikuler, dan orang tua yang menjemput anaknya sambil menunggu di sekolah itu semua dilarang. Peserta didik hanya datang mengikuti KBM, lalu segera pulang ke rumah setelah mengikuti KBM.

Keempat, Dukungan dari semua orang. Pembelajaran tatap muka ini seperti yang dibilang di awal tadi karena ada sebagian peserta didik yang mengalami kesulitan untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Selain itu juga lokasi daerah yang mengalami kesulitan dalam sinyal internet seperti daerah terpencil dan pedalaman. Dukungan dari semua orang ini diperlukan mengingat mereka kesulitan dalam melaksanakan PJJ, dengan dukungan ini diharapkan nantinya dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka dapat sukses membantu setiap peserta didik, guru, dan orang tua yang mengalami kesulitan pada PJJ saat ini. Selain itu pemerintah daerah dengan dinas kesehatan dan perhubungan harus ikut untuk menkoordinasi berlangsungnya pembelajaran tatap muka dan memastikan peserta didik dapat kembali mengikuti pembelajaran di sekolah tatap muka dengan aman dan kesehatan yang terjaga.

Dari keempat syarat pembelajaran tatap muka di atas yang akan dilaksanakan pada Januari 2021, bahwasanya anak-anak sangat butuh pengawasan yang ketat karena sikap mereka yang masih labil terutama anak PAUD dan SD. Jangan sampai mereka tidak menggunakan masker ketika mengikuti KBM dan para guru juga warga sekolah lain harus mengikuti segala protokol yang ada. Anak-anak akan mampu mengikuti pembelajaran tatap muka dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah di tengah pandemi, apabila mereka mau megikuti segala protokol kesehatan yang ada. Namun kembali lagi, menurut saya seharusnya pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam membuka sekolah kembali. Terlebih lagi akhir-akhir ini Presiden Indonesia, Joko Widodo juga mengaskan bahwasannya pemerintah akan memberikan vaksinasi COVID-19 gratis kepada seluruh masyarakat, tanpa terkecuali. Meskipun dalam penerapan vaksinasi gratis mungkin memerlukan kartu jaminan kesehatan seperti BPJS, pada akhirnya menunggu pemberian vaksinasi ini akan lebih baik dibandingkan tidak melakukan vaksinasi dan menyegerakan sekolah tatap muka. Hal ini akan membuat guru, peserta didik, dan orang tua mau tak mau harus siap untuk menghadapi sekolah tatap muka.

*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Posted by Dedi Purwana  

1 komentar untuk "Sekolah di Tengah Pandemi, Mampukah Siswa Beradaptasi?"

  1. Terima kasih sudah mau berbagi informasi. Setelah membaca ini, saya baru tahu ternyata sekolah-sekolah perlu memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar bisa kembali melaksanakan sekolah tatap muka.

    BalasHapus